Dongkrek : Kesenian Khas Madiun Jawa Timur

Abstract

Setiap daerah memiliki khasanah budaya lokal yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Perbedaan khasanah budaya lokal ini dipengaruhi oleh ekologi budayanya. Selain dipengaruhi oleh ekologi budaya, juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara adaptasi terhadap lingkungan hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan sosial dan kebudayaaan sebagai produk sosialnya. Misalnya tentang falsafah hidup orang Jawa yang berbeda dengan falsafah hidup orang barat. Di Jawa mengenal koonsep hidup seimbang agar keselarasan hidup berjalan harmonis dan selaras. Orang Jawa percaya selain kehidupan ngalam donya orang Jawa juga percaya dengan adanya kehidupan lain di ngalam lelembut yang di huni oleh makhluk gaib. Meyakini adanya kehidupan lain selain yang ada di dunia membuat orang Jawa percaya bahwasannya keselarasan atau keharmonisan hidup bisa dicapai melalui interaksi dengan kosmos lain ini dengan perantara-perantara tertentu dan umumnya bersifat sakral. Bisa berupa tari-tarian, upacara adat seperti ritus dan lain sebagainya. Semua ini memiliki nilai tersendiri dan lekat dengan adanya unsur-unsur seni. Seperti yang kita ketahui kesenian merupakan bagian dari unsur kebudayaan dan produk sosial.

Kesenian merupakan produk sosial manusia. Seni dan budaya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seni lekat dengan wujud ekspresi manusia dan memiliki nilai estetika atau keindahannya. Upacara atau ritus dalam life cycle di Jawa misalnya setiap bagiannya memiliki nilai keindahan yang berbeda-beda. Seperti ritus perkawinan orag Jawa dalam acara temu manten atau ngunduh mantu dengan tahap-tahap tertntu diiringi dengan musik gendhing Jawa. Contoh lainnya tedhak sinten atau peringatan tujuh bulanan. Material yang menjadi bagian dari seni makanan dalam acara syukuran yang memiliki makna dan simbol tertentu juga memiliki unsur seni di dalamnya. Tata makanannya, cara penyajian, cara memasak, sampai mempercantik makanan. Seperti nasi kuning, nasi tumpeng dan lain sebagainya.

Jika seni dikaitkan dengan keyakinan atau agama wujudnya berupa ritual dan upacara. Ritual maupun upacara ini juga memiliki keragaman wujud. Salah satunya dalam bentuk tarian. Tarian-tarian dibuat oleh masyarakat setempat dan disakralkan sebagai peghubung atau interaksi antara ngalam donyo dengan ngalam lelmbut. Salah satu contohnya Tarian Dongkrek dari Kota Madiun. Tarian ini diciptakan oleh Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro yang menciptakan tarian ini dan muncul pada tahun 1867-1915. Seni Tari Dongkrek ini termasuk tarian yang sakral karena difungsikan masyarakat Mejayan, Kabupaten Madiun untuk melindungi masyarakat setempat dari pagebluk (penyakit) dan untuk menjaga keharmonisan hidup dan dilakukan setiap bulan-bulan tertentu. Seperti bulan Syuro dan acara bersih desa. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kekompleksan dalam berpikir dan pengetahuan berpengaruh terhadap kesenian daerah seperti Tari Dongrek ini. Tari dongkrek mengalami perubahan fungsi bukan lagi sekedar sebagai tari yang difungsikan dan bersifat sakral melainkan bergeser menjadi tari yang difungsikan untuk hiburan semata atau menjadi sebuah seni pertunjukan dan sebagai sumber penghasilan, hal ini jika dilihat dari segi ekonominya. Perubahan fungsi ini telah menyebabkan komodifikasi dan simbolisasi dan aroma kapitalis menguat ketika Dongkrek telah masuk media massa.

 

PEMBAHASAN

Kesenian merupakan salah satu bagian yang esensi dari kebudayaan suatu masyarakat, sehingga berkesenian akan memiliki relasi-relasi simbiosis dengan sistem-sistem yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Kesenian akan saling berealisasi dengan sistem religinya, sistem bahasanya, sistem ekonominya, maupun sistem organisasinya. Jalinan relasional ini pada akhirnya membuat kesenian juga ikut berdinamis dengan dinamika kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai contoh: pada era kebudayaan klasik (tradisional), kesenian dicirikan dengan sifatnya yang transedental yaitu: kesenian yang memiliki jalinan kuat dengan dunia ketuhanan (devine reality) dan di realisasikan ke dalam ruang-ruang spiritual. Seni mengalami perkembangan yang dinamis mengikuti dengan dinamika masyarakat yang dinamis(Murgiyanto. Dkk-ED,2003), oleh karena itu kesenian dan keudayaan memiliki peran yang saling berkaitan baik itu untuk kebaikan diri sendiri maupun dalam upaya memberikan identitas untuk keduanya.

Kesenian Dongkrek berasal dari wilayah Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Kesenian tradisional ini dalam perkembangannya yang dinamis turut memunculkan adanya fungsi dualitistik, yaitu seni tari bersifat sakral dan seni profane. Seni Tari Dongkrek yang didalamnya mengandung simbol-simbol tertentu ini saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tarian sakral untuk mengusir pagebluk melainkan juga berfungsi sebagai seni pertunjukan yang bisa mendatangkan keuntungan. Lalu bagaimana nasib seni Dongkrek itu sendiri jika hal ini terjadi? Bagaimana seni dibuat untuk tujuan komersil ? Apakah ini wujud dari perubahan orientasi dan ekspansi hidup orang Jawa Timur terkhusus warga Kota Madiun yang tengah digempur modernitas dan globalisasi? Maka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih baik jika kita mengenal sisi historis dan gambaran umum wilayah Desa Mejayan Kabupaten Madiun yang diyakini sebagai awal tumbuhnya Seni Tari Dongkrek ini, karena salah satu ciri khas bidang ilmu Antropologi ini adalah pendekatannya yang holistik atau menyeluruh, yang berarti melihat suatu gejala atau fenomena budaya menyinggung dari aspek-aspek lain diluar fokus budaya itu sendiri.

Gambaran Umum dan Sejarah Seni Dongkrek

Nasi Pecel melainkan memiliki kesenian tradisional daerah yang cukup popular dikalangan masyarakat yaitu Seni Tari Dongkrek. Seni sebagai media ekspresi diri dan kaitannya dengan keyakinan atau agama, seni dihubungkan sebagai media perantara antara ngalam donyo dengan ngalam gaib untuk tercapainya keselarasan hidup. Hal ini tumbuh dan berkembang dari warisan dari nenek moyang dengan pakem-pakem budaya tertentu yang dimilikinya. Seni tari dongkrek ini pada prinsipnya masih memiliki pesan yang sama yaitu sebagai ekspresi kebersyukuran terhadap keberhasilan yang telah dicapai, dan sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan-gangguan yang menyerang warga setempat. Kesenian Dongkrek di kalangan masyarakat setempat dipecaya sebagai media yang bisa menjembatani maksud dan tujuan tersebut.

Ada mitos, nilai, fungsi dan makna yang terkandung di dalamnya. Mitos yang di rekonstruksi ini bukanlah mitos yang antahberantah (dari negeri dongeng), tetapi sebuah mitos yang mitologi, yang didalamnya penuh dengan pesan pengetahuan yang menyejarah dan membanggakan (Pande, et al., 2012: 114). Warga meyakini pencipta dari tarian ini bernama Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro. Raden Ngabehi Lo Prowdipuro ini konon tokoh dari kalangan masyarakat setempat yang diyakini memiliki kekuatan sakti untuk mengusir penyakit (pagebluk) yang mewabah semua warga Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. Raden mendapatkan kekuatan saktinya ketika ia bertapa di sebuah gua untuk meminta kekuatan sakti kepada dewa dan dalam pertapaannya, ia banyak diganggu makhluk-makhluk halus namun dengan kekuatan saktinya yang didapat dari Dewa akhhirnya Raden dapat mengalahkan para lelembut ini dan mereka tunduk terhadap Raden dan mau membantu Raden untuk memulihkan kondisi desa dan akhirnya desa bebas dari penyakit. Namun sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Pande dkk, melihat ada penafsiran makna lain selain mitos tersebut. Di bab kesimpulan dalam buku yang berjudul Revitalisasi Kesenian Dongkrek dalam Rangka Ketahanan Budaya Lokal mengungkapkan adanya perbedaaan makna yang ditemukan dalam penafsiran agebluk atau penyakit ini. Jadi dalam bab kesimpulan dari hasil penelitian tersebut penyakit yang dimaksud ini berhubungan dengan zaman kolonialisasi. Seni tari dongkrek ini muncul ada tahun 1867 di era Penjajahan Jepang yang menduduki nusantara khusnya di Jawa dengan menerapkan sistem kerja paksa (rodi) di tanah Jawa. Penyakit ini dimaksudkan dengan apa-apa yang dianggap masyarakat pribumi yang dirasa mengancam kehidupan harmonis masyarakat.Monster dalam bagian tari Dongkrek diibaratkan sebagai kelompok penjajah, tokoh wanita sebagai warga pribumi, dan tokoh orang tua sebagai orang sakti dari kalangan pribumi. Hal ini diitranformasikanlah dalam sebuah tarian bernama Dongkrek. Untuk lebih jelasnya akan saya deskripsikan Tarian Dongkrek dan mekanis serta unsur di dalamnya agar dapat memahami lebih lanjut tentang “penyakit” yang berbeda makna ini.

Seni Tari Dongkrek

“Dong krek…krek….krek dong krek…. Krek dong krek..”

Ini adalah sepenggal instrument yang akan kita dengar ketika mendengar alunan musik pengiring dongkrek. Konon ciri khas alunan musik dung dan krek inilah mengapa tarian ini dinamakan Tari Dongkrek. Sajian musik iringan dalam kesenian Dongkrek memiliki karakteristik instrument yang khas. Kekhasan itu terletak pada kekonsistenan musik ini dari awal kemunculannyaa (1867), masa perkembangan, sampaai pada masa sekarang ini (Kasiran, 2012) 8 . Namun dalam perkembangannya telah terjadi beberapa perubahan di dalamnya. Perubahan ini paling banyak terjadi pada segi instrumennya bukan pada pola-pola memainkannya, karena adanya penambahan jenis instrument baru di dalamnya. Musiknya menjadi lebih bervariasi (2012: 50). Pada awal kemunculan musik instrument pengiringnya sederhana ini digunakan pada acara-acara sakral dan musiknya dikemas secara menarik dan berbeda ketika tari tradisional ini di fungsikan sebagai seni pertunjukan atau sifatnya untuk tontonan semata. Awalnya hanya ada empat jenis musik instrument yaitu bedhug, kenthongan, korek, dan gong beri. Namun saat ini berkembang menjadi tujuh instrument pokoknya yaitu bedhug,kenthongan, korek, gong beri, kendhang, dan gong pamukas. Ketujuh musik ini biasa dikenal dengan istilah gamelan dongkrek. Masing-masing jenis musik ini menyimpan makna dan simbol tertentu.

Bentuk dan Sajian Tari dan Atraksi

Tarian adalah bentuk dari gerakan tubuh yang indah sebagai representasi estetis suuatu pengalaman atas suatu realitas melalui gerak yang terstruktur. Gerak tarian tradisional bentuk tariannya ada yang sederhana sampai rumit. Tidak memandang apakah tarian tersebut beritme sederhana melainkan pesan dan makna yang diyakini dalam tarian tersebut yang ingin diungkapkan. Setidaknya hal ini gambaran umum tentangm tarian Dongkrek. Saya mengetahuinya ketika ada festival HUT Kota Madiun dan HUT RI dalam festival atau pawai selalu di tampilkan Tari Dongkrek ini. Gerakannya cukup sederhana mereka menari menggerakkan tubuh dan tangan mereka mengikuti irama musik dilengkapi dengan kostum dan topeng yang mewakili karakter atau tokoh dalam cerita. Sama halnya dengan musik instrument sebagai pengiring, topeng dan karakter ini jika memiliki makna tersendiri. Ada empat jenis topeng dalam tarian ini yaitu sepasang topeng tua penakluk genderuwo, wanita perot, dan orang tua. Karakter genderuwo ini disimbolkan sebagai buto atau raksasa. Tokoh ini digambarkan memiliki mata melotot terkesan angker dengan empat taring besar seolah menggambarkan kekejaman yang berlebih. Karakter tokoh galak, beringas, dan kejam. Hal ini dicerminkan sebagai makhluk yang dapat mengganggu ketenteraman dan kedamaian manusia, menghaancurkan kehidupan manusia dari hasil penelitian Pande dkk tokoh ini diibaratkan para penjajah Jepang.

Karakter wanita digambarkan dengan hadirnya topeng wanita berwarna putih dan berwarna krem dilengkapi sanggul, mulutnya yang merot dan bertompel sebagai cerminan perempuan Jawa dan juga sebagai perwujudan dari Roro Tumpi. Topeng Wanita yang satunya lagi dicirikan dengan topeng perempuan cantik bermata sendu dengan sedikit tersenyum di karakterkan sebagai perempuan yang lembut, keibun dan cantik bernama Roro Ayu. Dalam ceritanya kedua tokoh ini di kisahkan sebagai abdi kekasih atau pelayan setianya Eyang Palang. Perwujudan lain diibaratkan sebagai warga pribumi.

Tokoh yang terakhir dimanifestasikan dengan kehadiran topeng orang tua yang dipahami sebagai wujud “orang sakti”. Tokoh inilah yang diyakini masyarakat sebagai tokoh yang dapat membinasakan pagebluk yang menyerang warga, untuk salah seorang tokoh orang tua dan dua orang buto. Alur ceritanya di bagi menjadi tiga bagian yaitu pra-pagebluk, ketika terjadinya pagebluk, dan pasca pagebluk. Jumah penarinya ada sekitar 4 sampai dengan tujuh orang. Di salah satu sanggar seni tari Dongkrek bernama Krido Sakti menggunakan 4-5 orang untuk penari wanita cantik dan sisanya untuk tokoh Buto dan orang tua.

Tarian ini biasa hadir dalam hari-hari tertentu yang dianggap sakral seperti Bulan Syuro atau Jum’at Legi. Dulunya tarian ini diarak keliling desa hingga mengalami perkembangan yang signifikan setelah Tari Dongkrek ini mengikuti ajang seni di Kota Surabaya dan mendapatkan Juara 3 pada masa-masa tahun 1980an sehingga tari Dongkrek turut mengalami perkembangan sebagai sebuah seni pertunjukan selain itu faktor lain ketika ada Peristiwa Festival Seni Tari Rakyat pada tanggal 4-5 Juli 1980 di Surabayg bera juga dianggap menjadi titik penting digunakannya Dongkrek untuk kepentingan festival dan merambah ke panggung- panggung pementasan. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran seni sakral ke seni yang bersifa profan.

Perkembangan Seni Tari Dongkrek

Media berpengaruh terhadap perkembangan dan perubahanfunsi terhadap seni Dongkrek. Stasiun lokal Jawa Timur yaitu AEJTV yang banyak di gemari masyarakat Jawa Timur khususnya warga Madiun dan sekitarnya yang secara continue seringkali menghadirkan kesenian Dogkrek dalam program-progamnya. Ini menunjukkan adanya eksistensi sebuah seni dan popularitas yang muncul dalam masyarakat terhadap kesenian Dongkrek itu sendiri.Setidaknya hal ini inilah yang ditangkap dan digambarkan dalam penelitian Pande dkk. Rasa eksistensi, dan popiularitas untuk meningkatkan kesenian daerah di sadari oleh kelompok muda dan pelajar di lembaga formal seperti sekolah untuk turut melestarikan kesenian tradisional. Hal inilah yang menyebabkan kesenian ini tetap terjaga hingga saat ini karena pelestarian dan menjaga kesenian daerah dari ancaman punahnya kesenian tradisional juga bisa di sebabkan dari seiringnya pembangunan-pembangunan yang realitanya tanpa di sadari telah mengorbankan kesenian tradisional yang berkembang di masyarakat. Seperti misalnya “listrik masu desa” di sisi lain salah satu bentuk pembangunan yaitu listrik desa memangah baik dan turut mensejaterakan desa. Desa menjadi lebih terang dan lain sebagainya namun sisi lain yang tidak bisa terlupa adalah perubahan pola perilaku dan tradisi misalnya anaak-anak berkerumun di depan televise, mereka sudah tidak lagi bercanda di bawah sinar bulan. Akibatnya seni tradisional yang bersumber dari permainan anak-anak, lama-kelamaan mengalami kepunahan dan jika dibiarkan benar-benar akan punah ( Oka A Yoeti, Jakarta:1986:18). Dari hal ini saya mencoa untuk mengkomparasikan dengan eksistensi Dongkrek saat ini yang mengalami peregeseran fungsi dan dilematis ketika hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga seni tari dongkrek agar tidak mengalami kepunahan.

Modifikasi yang terjadi dalam unsur material Seni Tari Dongkrek ini memang nampak tidak hanya dari tambahan instrument musiknya melainkan juga alur cerita yang disajikan. Saat ini Seni Tari Dongkrek ini telah menjadi sebuah seni pertunjukkan khususnya untuk konsumsi festival turut berpengaruh terhadap subsitensi isi yang di sampaikan. Seni Tari Dongkrek dari sanggar-saggar budaya yang ada menyediakan pesanan tanggap untuk menghadirkan Dongkrek. Jika sudah memasuki arena komoditas ini maka cerita yang ingin disampaikan atau disajikan dalam pementasan nantinya juga bisa dipesankan sesuai dengan permintaan si pemesan atau penanggap. Analisis saya, dampak positif yang terjadi mungkin saya bisa mengkutip dari hasil penelitian Pande dkk yaitu sebagai tambahan sumber penghasilan si pemain-pemain dongkrek namun untuk sisi negatifnya saya mengutip dari Buku Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah oleh Oka A Yoeti yang dikutip dari buku yang berjudul Bali, antara Ritual dan Nilai Dollar. Bali sebagai wilayah destinasi wisata tidak bisa lepas dari adat-istiadat setempat dan wisata. Tari untuk adat-istiadat atau tradisi yang sakral dengan tarian adat atau sakral yang dikomoditikan sedikit sekali perbedaaannya mengingat Bali mayoritas beragama Hindhu. Kota Madiun memang berbeda dengan Bali akan tetapi sebagai sebuah kota yang tengah mengalami perkembangan kemajuan di bidang ekonomi ini di tuntut untuk bisa mandiri dalam perekonomian dan meningkatkan potensi wisata yang ada di dalamnya. Apalagi dengan berkembangnya zaman modernitas dan globalisasi saat ini dimana kapaitalis menguat dan tidak bisa dipungkiri hal ini turut memberikan pengaruh terhadap perkembangan kesenian itu sendiri. Seni sebagai ladang kapitalis. Gerakan untuk meningkatkan potensi wisata Kota Madiun ini semakin meningkat ketika salah satu anggota DPR bernama Eko Patrio pasca kunjungan di Kota Madiun mengatakan kepada wartawan bertekad akan meningkatkan kesenian Dongkrek lebih eksis seperti kesenian Reog Ponorogo karena kedua orang tua Eko berasal dari Kota Madiun. Tidak menutup kemungkinan kedepannya nanti Dongkrek mengalami perkembangan sebagai sebuah obyek wisata seni lokal.

Jika diperhatikan lebih dalam lagi, komoditi saat ini yang melanda Dongkrek memang berada pada tahap sumber ekonomi tambahan dan penghasilan bagi para pemain atau crew Dongkrek itu sendiri namun melihat perkembangan saat ini Dongkrek masuk media AEJTV kemudian di kontrak dan menjadi program TV favorit dan unggulan di bawah naungan media akan melirik pengusaha- pengusaha lain yang melihat ada sisi komiditi yang bisa di fungsikan di dalamnya, yang bisa di ambil keuntungan di dalamnya. Mungkin wujudnya sama namun pola kemasan Dongkrek itu yang mugkin berbeda. Saat ini eranya era modernisasi dan globalisasi dimana kapitalis atau kelompok pemilik modal berkuasa.

Jika didefinisikan, seni adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan yang diterima dengan indera, dengan definisi tersebut, sebenarnya suatu estetisasi kehidupan sehari-hari telah terwujud. Kata-kata, ungkapan, bentuk, warna, dan unsur-unsur kesenian seakan-akan mengalami dramatisasi, dibuat-buat (direkayasa). Jika dikaitkan dengan realita yang ada saat ini melihat Dongkrek telah menjadi bagian dari seni pertunjukan yang bisa dipesan cerita termasuk cerita dan alur yang bisa dpesan tergantung pesanan maka dikhawatirkan akan menghilangkan unsur kekhasan dan ciri khas yang melekat di dalamnya, tentang pagebluk. Ketika Dongkrek telah hadir dalam festival dan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat sebagai sebuah “hiburan” bukan lagi sebagai sebuah hal tabu yang perlu “disakralkan” maka Dongkrek telah berada pada tahap kritis dan rentan terhadap dempuran budaya kapitalis. Perlu adanya benteng pertahanan lokal agar dempuran ini tidak menganggu dan mengancam eksistensi dan substentif makna Dongkrek itu sendiri, cukup perubahan fungsi “sakral” menjadi “hiburan” atau fungsi dualistic ini menjadi gejala dinamika budaya Dongkrek namun butuh stimulus kuat agar kapitalis tidak menggerogoti Dongkrek sampai menghilangkan isi dan makna yang ingin di sampaikan. Jangan sampai Pagebluk menyerang Pagebluk itu sendiri.

 

Sumber

Kutanegar, Made, Pande, et al. 2012. Revitalisasi Kesenian Dongkrek dalam Rangka Ketahanan Budaya Lokal Studi Kesenian Dongkrek Desa Mejayan Kecamatan Mejayan Kota Madiun. Balai Pelestarian Nilai Budaya. Yogyakarta

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta

Soyomukti, Nurani, Sastra Perlawanan. 2012. Menggunggat Seni budaya Kapitalis , Menegakkan Seni Sastra Kerakyatan yang Humanus dan Kritis. Anggota Ikapi . Malang

http://padma.jurnal.unesa.ac.id/47_254/kesenian-dongkrek-sebagai-sarana-ritual-bersih-desa- mejayan---kecamatan-mejayan-kabupaten-madiun

 

 

MIG SHORT TRAVEL
MIG SHORT TRAVEL NGGAK USAH DI BACA NANTI BAPER

Tidak ada komentar untuk "Dongkrek : Kesenian Khas Madiun Jawa Timur"